Menghindari Sifat Riya’ dan Sum’ah
Secara bahasa, sum’ah berarti memperdengarkan. Secara istilah, sum’ah yaitu memberitahukan atau memperdengarkan amal ibadah yang dilakukan kepada orang lain agar dirinya mendapat pujian atau sanjungan.
Sedangkan riya’, secara bahasa berarti menampakkan atau memperlihatkan. Secara istilah, riya’ yaitu melakukan ibadah dengan niat supaya mendapat pujian atau penghargaan dari orang lain.
Riya’ dan sum’ah merupakan sifat tercela yang menyebabkan amal ibadah menjadi sia-sia. Sifat riya’ dan sum’ah bisa muncul pada diri seseorang pada saat melakukan ibadah ataupun setelah melakukannya. Rasulullah Saw. Menegaskan bahwa riya’ termasuk syirik khafi, yaitu syirik yang samar dan tersembunyi. Hal ini dikarenakan sifat riya’ terkait dengan niat dalam hati, sedangkan isi hati manusia hanya diketahui oleh Allah Swt. Perhatikan firman Allah Swt. Dalam Q.S. al-Baqarah/2: 264 berikut ini
Riya’ dibagi menjadi dua tingkatan, yaitu riya’ khalish dan riya’ syirik. Riya’ khalish yaitu melakukan ibadah hanya untuk mendapat pujian dari manusia semata. Sedangkan riya’ syirik yaitu melakukan suatu perbuatan karena niat menjalankan perintah Allah, dan sekaligus juga karena ingin mendapatkan sanjungan dari orang lain.
Ditinjau dari bentuknya, riya’ dibagi menjadi dua, yaitu riya’ dalam niat dan riya’ dalam perbuatan. Beberapa contohnya tersaji dalam tabel berikut ini!
Riya’ dan sum’ah merupakan penyakit hati yang merusak amal seseorang. Kedua sifat ini sulit terdeteksi, namun memiliki ciri-ciri yang dapat dilihat atau dirasakan. Seseorang yang bersifat riya’ dan sum’ah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Selalu menyebut dan mengungkit amal baik yang pernah dilakukan
2) Beramal hanya sekadar ikut-ikutan bersama orang lain
3) Malas atau enggan melakukan amal shaleh apabila tidak dilihat oleh orang lain
4) Melakukan amal kebaikan apabila sedang berada di tengah khalayak ramai
5) Amalannya selalu ingin dilihat dan didengar agar dipuji oleh orang lain
6) Ekspresi amal berbeda karena sedang dilihat oleh orang lain atau tidak
7) Tampak lebih rajin dan bersemangat dalam beramal saat mendapat sanjungan, sebaliknya semangatnya akan turun apabila mendapat cemoohan dari orang lain
Perbuatan riya’ dan sum’ah akan berdampak negatif bagi pelakunya dan masyarakat secara umum. Dampak negatif tersebut antara lain:
1) Muncul rasa tidak puas atas amal yang telah dikerjakan
2) Muncul rasa gelisah saat melakukan amal kebaikan
3) Merusak nilai pahala dari suatu ibadah, bahkan bisa hilang sama sekali
4) Mengurangi kepercayaan dan simpati dari orang lain
5) Menyesal apabila amalnya tidak diperhatikan oleh orang lain
6) Menimbulkan sentimen pribadi dari orang lain karena adanya perasaan iri dan dengki
Mengingat dampak negatif dari sifat riya’ dan sum’ah di atas, maka sudah seharusnya umat Islam menghindari sifat tersebut. Memang bukan perkara mudah, sebab pada dasarnya manusia itu senang mendapat sanjungan dan pujian. Berikut ini beberapa cara menghindari sifat riya’ dan sum’ah:
1) Meluruskan niat
Semua amal tergantung kepada niat. Apabila niatnya karena Allah Swt, maka akan diterima amal tersebut. Sebaliknya, apabila ada keinginan agar dipuji oleh orang lain, maka akan sia-sia. Oleh karenanya, sangat penting meluruskan niat sebelum melakukan amal ibadah.
2) Menyadari bahwa dirinya adalah hamba Allah Swt.
Kebanyakan manusia sering melupakan nikmat yang diterima dari Allah Swt. Mereka beranggapan bahwa harta dan kedudukan yang diperolehmerupakan hasil kerja kerasnya. Anggapan seperti inilah yang memicu sifat riya’ dan sum’ah. Padahal, semua itu adalah amanah dan pemberian dari Allah Swt.
3) Memohon pertolongan Allah Swt.
Manusia merupakan makhluk lemah dan penuh keterbatasan. Tak mungkin ia dapat menyelesaikan semua masalah tanpa bantuan pihak lain. Posisinya sebagai makhluk yang lemah mengharuskannya berdoa memohon pertolongan dari-Nya, termasuk mohon kekuatan agar terhindar dari sifat riya’ dan sum’ah
4) Memperbanyak rasa syukur
Pada hakikatnya setiap amal ibadah yang dilakukan oleh seseorang merupakan karunia dari Allah Swt. Maka sudah seharusnya kita bersyukur kepada-Nya. Dengan sering mengungkapkan syukur ini, kita tidak akan berharap mendapat pujian dari orang lain. Jangan sampai kita pamer ibadah hanya karena ingin memperoleh banyak teman, atau agar memperoleh jabatan tinggi. Ingatlah bahwa pujian dari manusia hanya pujian semu, bersifat sementara dan ada maksud tertentu.
5) Memperbanyak ingat kematian
Kehidupan di dunia hanya sementara, sedangkan akhirat kekal abadi. Pujian dari manusia tidak punya arti apapun. Dan tidak mungkin menjadi sebab diperolehnya pahala dari Allah Swt. Justru pujian dari manusia berpotensi membuat kita lalai, dan menjerumuskan ke neraka.
6) Membiasakan hidup sederhana
Meskipun memiliki uang, harta melimpah, pangkat dan kedudukan tinggi, haruslah tetap hidup sederhana. Kesederhanaan akan membuat seseorang menjadi lebih ikhlas dalam melakukan setiap amal ibadah. Adapun pujian dari orang lain tidak akan berpengaruh terhadap keikhlasannya.