Ketentuan Pernikahan dalam Islam
Pengertian Pernikahan
Imam Ahmad bin Umar Asy-Syatiri dalam Kitab al-Yaqut al-Nafis (2011: 215) mendefinisikan nikah secara bahasa berarti menggabungkan dan berkumpul. Sedangkan menurut istilah syariat, nikah ialah suatu akad yang menjadikan bolehnya seorang laki-laki dan perempuan melakukan hubungan suami dan istri.
Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 menjelaskan bahwa pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dengan kata lain pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga melalui akad yang dilakukan menurut aturan hukum syariat Islam yang mengakibatkan timbulnya hak dan kewajiban di antara masing-masing pihak.
Dalil Naqli tentang Pernikahan
Adapun dalil naqli tentang pernikahan dalam Q.S. al-Rūm/30: 21:
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Q.S. al-Rūm/30: 21).
Sedangkan Nabi Muhammad Saw. tentang anjuran menikah bagi yang sudah mampu termaktub dalam Kitab al-Jami’ al-Shahih, juz 3 Nomor 5066 disebutkan:
Artinya: Dari ‘Abdurrahman bin Yazid, ia berkata, aku bersama ‘Alqamah dan Aswad menemui ‘Abdullah, lalu ‘Abdullah berkata kami bersama Nabi Muhammad saw sebagai pemuda yang tidak mempunyai apa-apa, maka Rasulullah saw berkata kepada kami ”Hai para pemuda, barang siapa di antara kamu telah sanggup menikah, maka nikahlah. Karena nikah itu dapat menundukkan mata dan memelihara faraj (kelamin) dan barang siapa tidak sanggup maka hendaklah berpuasa karena puasa itu dapat menjagamu (melemahkan syahwat).” (HR. Al-Bukhāri)
Tujuan Pernikahan
Seseorang harus memiliki tujuan yang baik ketika akan melakukan pernikahan. Karena tujuan inilah yang akan memengaruhi kehidupan setelah menikah. Tujuan menikah yang baik ialah sebagai berikut:
1) Untuk memperoleh kebahagiaan dan ketenangan hidup (sakinah). Ketenteraman dan kebahagiaan adalah idaman setiap orang. Menikah merupakan salah satu cara supaya hidup menjadi bahagia dan tenteram.
2) Untuk membina rasa cinta dan kasih sayang. Menikah merupakan salah satu cara untuk membina kasih sayang antara suami, istri dan anak.
3) Untuk memenuhi kebutuhan biologis yang sah dan diridhai Allah Swt.
4) Melaksanakan perintah Allah Swt. dan Rasul-Nya
5) Untuk memperoleh keturunan yang sah.
Melalui pernikahan, pasangan suami istri akan mendapatkan keturunan yang mendapatkan ridha Allah Swt. dan pengakuan dari negara.
Hukum Pernikahan
Hukum asal melaksanakan pernikahan adalah mubah (boleh). Hukum ini dapat berubah disebabkan pada keadaan tertentu. Berikut penjelasan ringkas terkait hukum menikah:
1) Sunah. Hukum sunah menikah ditujukan untuk orang yang sudah mampu dari segi lahir dan batin untuk menikah namun masih sanggup mengendalikan dirinya dari godaan yang menjurus kepada perzinaan.
2) Wajib. Hukum wajib menikah ditujukan untuk orang yang telah mampu menikah. Mampu dari segi lahir maupun batin. Sedangkan apabila seseorang tersebut tidak menikah, ia khawatir akan terjerumus ke dalam perzinaan.
3) Mubah, artinya dibolehkan. Seseorang dihukumi mubah untuk menikah apabila faktor-faktor yang mengharuskan maupun menghalangi terlaksananya pernikahan tidak ada pada diri seseorang tersebut.
4) Makruh. Hukum menikah menjadi makruh apabila orang yang akan melakukan pernikahan telah memiliki keinginan atau hasrat tetapi ia hanya memiliki bekal untuk biaya pernikahan namun belum mempunyai bekal untuk memberikan nafkah.
5) Haram, hukum menikah menjadi haram bagi orang yang akan melakukan pernikahan tetapi ia mempunyai niat yang buruk, seperti niat menyakiti perempuan atau niat buruk lainnya. Hukum menikah juga haram apabila seseorang yang hendak menikah namun tidak memiliki biaya untuk melaksanakan perkawinan dan dipastikan tidak mampu memberi nafkah dan hak-hak istri serta keluarganya.