Mengkaji Q.S. Yūnus/10: 40-41 tentang toleransi
Dalam mengkaji Q.S. Yūnus/10: 40-41 ada enam tahapan yang kalian akan lakukan, yaitu: pertama, membaca. Kedua, mengidentifikasi tajwid. Ketiga, mengartikan perkata. Keempat, menerjemahkan ayat. Kelima, menganalisis isi. Keenam, penerapan Q.S. Yūnus/10: 40-41. Mari bersama membahas satu persatu.
a. Membaca Q.S. Yūnus/10 : 40-41 dengan tartil
Perhatikan teks lengkap Q.S. Yūnus/10 : 40-41 di bawah ini!
b. Mengidentifikasi Tajwid dalam Q.S. Yūnus /10 : 40-41
Setelah membaca dengan tartil, mari mengidentifikasi tajwid dalam Q.S. Yūnus /10 : 40-41. Identifikasi tajwid ini merupakan penerapan materi tajwid yang pernah kalian pelajari pada kelas sebelumnya. Perhatikan petunjuk mengerjakannya yang ada kotak di bawah ini!
c. Mengartikan Perkata Q.S. Yūnus /10 : 40-41
Sebelum menerjemahkan Q.S. Yūnus/10: 40-41 secara utuh, lebih baik kalian memahami arti perkatanya terlebih dahulu. Dengan memahami terjemahan perkata, kalian akan belajar Bahasa Arab sekaligus. Adapun arti perkata dalam Q.S. Yūnus /10 : 40-41 adalah:
d. Menerjemahkan Q.S. Yūnus/10:40-41
Di bawah ini adalah terjemahan lengkap Q.S. Yūnus/10:40: “Dan di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepadanya (al-Qur’an), dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Sedangkan Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Sedangkan terjemahan lengkap Q.S. Yūnus/10:41 adalah: “Dan jika mereka (tetap) mendustakanmu (Muhammad), maka katakanlah, “Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu tidak bertanggung jawab terhadap apa yang aku kerjakan dan aku pun tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan.”
e. Penjelasan Isi Q.S. Yūnus /10 : 40-41 serta hadis terkait tentang toleransi
1) Penjelasan Tafsir
Menurut Jalāluddin Muhammad bin Ahmad al-Mahali dan Jalāluddin ‘Abdurrahman bin Abu Bakar al-Suyuthi dalam Kitab Tafsir al-Jalalain, bahwa Q.S. Yūnus/10: 40 menjelaskan tentang penduduk Makkah pada masa Nabi Muhammad Saw. terbagi menjadi dua kelompok, yaitu: Pertama, orang-orang yang beriman kepada al-Qur’an; Kedua, orang-orang yang tidak beriman selamanya.
Kemudian maksud kata dan diantara mereka), menurut pakar tafsir, Prof. Dr. H. M. Quraish Shihab menjelaskan di antara kaum musyrikin, ada orang yang percaya kepadanya, tetapi menolak kebenaran al-Qur’an karena keras kepala dan demi mempertahankan kedudukan sosial mereka.
Selain itu diantara mereka ada juga memang benar-benar lahir dan batin tidak percaya kepadanya serta enggan memerhatikannya karena hati mereka telah terkunci. Tuhanmu Pemelihara dan Pembimbingmu, wahai Muhammad, lebih mengetahui tentang para perusak yang telah mendarah daging dalam jiwanya yang sedikitpun tidak menerima kebenaran tuntunan ilahi.
Sedangkan maksud dari sedangkan Tuhanmu lebih mengetahui orang-orang yang membuat kerusakan). Menurut Ibnu ‘Asyur kalimat ini merupakan peringatan sekaligus ancaman bagi kelompok yang tidak beriman. Sementara itu, Ibnu Katsir berpendapat bahwa Allah Swt. lebih mengetahui siapa yang akan mendapat hidayah dan siapa yang memilih kesesatan. Sedangkan menurut al-Maraghi menjelaskan bahwa Allah Swt. paling mengetahui kerusakan yang mereka perbuat dengan perbuatan syirik, dzalim dan melampaui batas. Allah Swt. akan memberikan balasan kepada mereka di dunia dan akhirat, serta menolong Nabi dan umatnya yang beriman.
Dalam menyikapi kelompok kedua tersebut (orang yang tetap dalam kekufuran) Allah Swt. memerintahkan Nabi menyampaikan kepada mereka bahwa Nabi telah menyampaikan ajaran-Nya melalui kabar gembira dan peringatan Nabi tidak dapat memaksa mereka untuk beriman, dan apapun balasan dari perbuatan mereka akan ditanggung oleh mereka sendiri.
Menurut al-Sya’rawi ayat ini menunjukkan kepada kita bahwa sesungguhnya keimanan adalah perbuatan hati, bukan perbuatan yang dzahir, maka kita tidak bisa mengetahui apa yang ada di hati seseorang. Oleh karena itu di akhir ayat 40, Allah Swt. menegaskan Dialah yang lebih mengetahui perbuatan orang-orang yang berbuat kerusakan dengan tidak beriman dan mendustakan ajaran Nabi Muhammad Saw.
Ayat ini juga diturunkan untuk menghibur Nabi dari sikap orang yang tidak mau beriman kepada ajaran-Nya. Allah Swt. mengetahui bahwa Nabi telah melaksanakan tugas menyampaikan ajaran Islam dengan baik kepada umatnya. Oleh karena itu, pada ayat 41 Allah Swt. menegaskan bahwa Nabi dan umat yang beriman tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas kedurhakaan umat yang tidak mau beriman. Kelak di akhirat Allah Swt. akan memberikan balasan kepada orang yang tidak beriman, karena setiap manusia akan mempertanggungjawabkan perbuatannya.
2) Q.S. Yūnus /10 : 40-41 dan Hubungannya dengan Toleransi
Dari penjelasan tafsir di atas, Q.S. Yūnus/10: 40-14 erat kaitannya dengan toleransi. Sebelum membahas kaitan antara keduanya, alangkah baiknya, kalian mengetahui maksud toleransi, mengapa toleransi penting bagi umat manusia?
Pengertian toleransi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, toleransi artinya sifat toleran; batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan. Sifat toleran di sini maksudnya bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Sedangkan dalam Bahasa Inggris disebut dengan kata tolerance yang berarti toleransi, kesabaran, dan kelapangan dada.
Sedangkan toleransi dalam bahasa Arab sebagaimana dalam Mu‘jam Maqayis al-Lughah disebut dengan istilah tasamuh. Kata tasamuh adalah bentukan dari kata samaha, yang secara bahasa berarti lembut dan mudah.
Sedangkan menurut Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad, tasamuh berarti berkisar antara kemurahan hati, mudah memaafkan, lapang dada, kesabaran, ketahanan emosional, menenggang rasa, menghargai, dan sebagainya.
Selain tasamuh, toleransi dalam Bahasa arab disebut dengan kata al-samhah. Menurut Ibnu Manzhur dalam Lisan al-‘Arab, samhah berarti tidak menyusahkan dan tidak memberatkan. Berdasarkan hal tersebut samhah sama dengan moderat, yakni berada di pertengahan, tidak condong pada salah satu sisi. Kemoderatannya ditunjukkan dengan ajaran Islam yang mudah, tidak menyusahkan dan memberatkan umatnya.
Dari pengertian tersebut kata kunci dari toleransi adalah menghargai orang lain yang berbeda baik pendapat, kepercayaan, kebiasaan, dan sebagainya dengan pendirian sendiri. Orang yang toleran adalah orang yang memiliki kesabaran, kelapangan dada, dan daya tahan.
Sedangkan dasar toleransi dalam Islam, sebagaimana hadis Nabi Muhammad Saw. berikut.
Dari Hadis tersebut, para ulama menjelaskan bahwa dari sekian banyak ajaran agama Islam, yang paling dicintai Allah adalah ajaran al-hanifiyyah dan al-samhah. Maksud al-hanifiyyah adalah ajaran kebaikan yang jauh dari keburukan atau kebatilan. Sedangkan al-samhah (toleran) adalah perilaku yang memudahkan, tidak mengandung ajaran yang memaksa atau memberatkan umatnya. Al-Samhah dibangun di atas prinsip kemudahan, berdasarkan firman Allah Swt.: “Dan Dia tidak menjadikan kesukaran bagi kalian dalam agama ini…” (Q.S. al-Hajj: 78).
Contoh-Contoh Sikap Toleransi
Untuk memantabkan pemahaman bahwa Islam mengajarkan tentang toleransi, silahkan kalian perhatikan contoh sikap toleransi yang dilakukan Nabi Muhammad Saw. dan ulama’ di Indonesia. Secara umum, dalam contoh ini dibagi menjadi dua, yaitu toleransi internal (sesama umat Islam) dan eksternal (antarumat beragama) yang dijelaskan sebagai berikut.
a) Toleransi internal umat Islam
Contoh toleransi untuk sesama umat Islam, sebagaimana dalam hadis Nabi Muhammad Saw
Hadis tersebut menurut Ahmad bin ‘Ali bin Hajar al-‘Asqalani bercerita tentang sahabat yang menjadi imam dan memanjangkan shalatnya (menurut sebagian ulama adalah Mu’adz bin Jabal), sehingga salah satu sahabat (menurut sebagian ulama adalah Hazm bin Ubay bin Ka’ab) melaporkan kejadian tersebut kepada Nabi Muhammad Saw. Hazm menceritakan bahwa karena panjangnya shalat Mu’adz, ia enggan mengikuti jama’ah, dan terkadang mengikuti shalat jama’ah tidak dari awal.
Mendengar aduan Hazm, Nabi sangat marah. Kemarahan Nabi disebabkan sebelumnya sudah ada kejadian yang serupa. Menurut sebagian ulama Nabi menampakkan kemarahannya agar para sahabat memperhatikan penjelasan Nabi sehingga kejadian tersebut tidak terulang lagi. Nabi menjelaskan bahwa yang dilakukan Mu’adz dan sahabat lain yang memanjangkan shalat ketika menjadi imam dapat menimbulkan fitnah, menjauhkan orang-orang dari agama. Kemudian Nabi memberikan panduan bagi sahabat yang akan menjadi imam, bahwa hendaknya para imam meringankan shalatnya (tidak memanjangkan shalat), karena kondisi para makmum berbeda-beda, ada yang lemah, seperti orang yang telah tua, sedang sakit, mempunyai kondisi fisik yang berbeda dari orang pada umumnya, ataupun orang yang sedang mempunyai hajat/kebutuhan lain.
Marahnya Nabi Saw bukan karena haramnya memanjangkan shalat, tetapi karena melihat kondisi makmum yang berbeda-beda. sesungguhnya Nabi menghendaki kasih sayang dan kemudahan bagi kaumnya. Ini adalah ketentuan seseorang ketika menjadi imam. Berbeda ketika seseorang melaksanakan shalat secara munfarid (tidak berjama’ah), maka Nabi menyampaikan dalam hadis lain seseorang dipersilakan memanjangkan shalat sesuai yang dia inginkan.
Contoh sikap toleransi lain adalah yang dilakukan ulama Indonesia KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Abdullah Faqih Maskumambang. KH. Hasyim Asy’ari menggunakan bedug di masjid Pesantren Tebuireng. Hal ini bertentangan dengan pendapat KH. Abdullah Faqih Maskumambang Gresik yang tidak menggunakan bedug di masjid pondoknya, namun menggunakan kentongan. Saat Kiai Hasyim berkunjung ke Kiai Maskumambang, Kiai Faqih yang berbeda pendapat dengan Kiai Hasyim justru memerintahkan kepada pengurus mushalla dan masjid di sekitar Maskumambang untuk sementara mengganti kentongan yang ada dengan bedug. Begitu pula dengan sebaliknya saat kiai tersebut berkunjung ke Tebuireng.
b) Toleransi antarumat beragama
Adapun tuntunan agama tentang toleransi antarumat beragama dapat ditemukan Q.S. al-Mumtahanah ayat 8 berikut ini: “Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (Q.S. al-Mumtahanah/60: 8).
Dalam ayat tersebut, Allah Swt. menegaskan tidak melarang berbuat baik dan berlaku adil kepada orang-orang yang berbeda agama yang tidak memerangi dan tidak mengusir dari tempat tinggal. Melalui ayat ini, Allah Swt. ingin menghilangkan keraguan umat muslim dalam kaitannya hubungan mereka dengan orang kafir yang tidak memerangi dalam hal agama dan mengusir umat muslim dari tempat tinggal mereka.
Dengan demikian, dalam hubungan sosial seorang muslim juga dapat menjalin hubungan baik dengan orang nonmuslim. Dalam ayat ini mengajarkan agar umat muslim dapat berbuat baik dan memberikan keadilan kepada mereka. Inilah tuntunan yang diajarkan al-Qur’an dalam kaitannya membangun toleransi, saling menghargai antarumat beragama dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
Contoh sikap toleransi yang dilakukan Nabi Muhammad Saw. kepada nonmuslim tertuang dalam Hadis, yaitu.
Dalam hadis lain dijelaskan para sahabat menyangka Nabi Muhammad Saw. akan mendoakan kebinasaan untuk kabilah Daus. Kenyataannya justru sebaliknya, Nabi tidak mendoakan mereka binasa, tetapi mendoakan agar mereka mendapat hidayah dan masuk Islam.
Dalam hadis lain disebutkan Nabi menjawab bukankah dia juga manusia). Al-Zabidi memberi penjelasan bahwa menghormati jenazah dengan cara berdiri saat iring-iringan yang membawa jenazah, merupakan hal yang dianjurkan sekalipun jenazah tersebut nonmuslim. Dengan kata lain, penghormatan Nabi dan para sahabat pada waktu itu sebenarnya didasarkan pada pertimbangan kemanusiaan.
Kemudian untuk contoh toleransi dengan agama lain, kalian bisa belajar dari Sunan Kudus. Himbauan Sunan Kudus untuk tidak menyembelih sapi sebagai lauk di kedai-kedai makanan. Hal ini sebagai bentuk toleransi terhadap pemeluk agama lain. Himbauan tersebut sama sekali tidak mengorbankan keyakinan agama Islam, tetapi bentuk penghargaan sosial terhadap pemeluk agama lain.
Dari penjelasan di atas, diketahui bahwa toleransi dengan umat agama lain diperbolehkan selama berkaitan dengan hubungan sosial kemasyarakatan, sedangkan toleransi dalam hal akidah atau ibadah tidak boleh dilakukan.
Hal ini didasarkan pada Q.S. al-Kāfirūn/109: 1-6 “Katakanlah (Muhammad), “Wahai orang-orang kafir! aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah; dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah; dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah; dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah; Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.”
Pesan dalam Q.S. Yūnus /10: 40-41
Pesan yang terkandung dalam Q.S. Yūnus/10:40-41, Apabila dikaitkan dengan kehidupan saat ini, khususnya dalam menciptakan toleransi, adalah:
- Ayat-ayat yang berbicara tentang akidah atau keimanan, hendaknya dijadikan panduan bagi kalian sebagai individu, bukan untuk mengukur dan menilai keimanan orang lain. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, keimanan adalah perbuatan hati yang kalian tidak dapat mengetahuinya dengan panca indera. Hanya Allah Swt. yang berhak menilainya;
- Sebagai individu yang beriman, tetap punya tanggung jawab mengajak kepada kebaikan dengan bijak, tanpa disertai dengan paksaan. Adapun hasilnya diserahkan kepada Allah Swt. Seseorang tidak perlu memaksakan kehendak bahkan sampai marah ketika ada orang yang tidak dapat menerima ajakan kebaikan yang kalian lakukan;
- Menghargai orang lain dalam semua perbedaan. Jika ingin dihargai orang lain, maka kalian juga harus menghargai orang lain. Toleransi kepada orang lain dalam berinteraksi sosial menjadi pondasi untuk mewujudkan kedamaian dan kerukunan di masyarakat.
Dari penjelasan Q.S. Yūnus/10: 40-41 dan hadis terkait sebelumnya, menjadi dasar bagi kalian, calon pemimpin bangsa masa depan mempunyai dan membiasakan sikap toleransi baik sesama umat Islam maupun dengan antaragama lain dalam kehidupan sehari-hari. Sikap toleransi ini penting dimiliki dan menjadi budaya pelajar SMA/SMK, karena negara Indonesia, masyarakatnya beranekaragam suku, bahasa, budaya, dan agama.
Menurut data Puslitbang Bimbingan Masyarakat Agama dan Layanan Keagamaan Tahun 2019, toleransi merupakan salah satu indikator paling penting untuk menciptakan kerukunan umat beragama, yaitu sebuah kondisi kehidupan umat beragama yang berinteraksi secara harmonis, toleran, damai, saling menghargai, dan menghormati perbedaan agama dan kebebasan menjalankan ibadat masing masing.
Karenanya, toleransi menjadi salah satu karakter yang dikembangkan dalam Penguatan Pendidikan Karakter, Profil Pelajar Pancasila, dan Moderasi Beragama untuk dimiliki pelajar SMA dan SMK di Indonesia. Melalui sikap toleransi akan terwujud perdamaian, kerukunan, dan kesatuan Bangsa Indonesia. Tidak hanya bermanfaat di Indonesia, tetapi juga untuk perdamaian seluruh dunia.
Baca juga : Mengkaji Q.S. al-Māidah/5 : 32, serta Hadis tentang Memelihara Kehidupan Manusia