Rujuk
Kata rujuk dalam bahasa Arab disebut dengan raj’ah, artinya kembali. Suami yang rujuk dengan istrinya, berarti ia telah kembali pada istrinya. Sedangkan secara istilah sebagaimana dalam Kitab Mughni al-Muhtaj, rujuk adalah mengembalikan istri yang masih dalam masa ‘iddah talak raj’i bukan ba’in.
Dengan kata lain rujuk hanya dapat dilakukan pada saat istri dijatuhkan talak raj’i (bukan ba’in) dan selama pada masa ‘iddah.
Dalam al-Qur’an, Allah Swt. Berfirman:
Pada ayat di atas menjelaskan jika seorang suami mentalak istri pertama kali dan kedua, suami masih bisa rujuk. Jika suami mentalak istri untuk ketiga kalinya, maka suami tidak bisa langsung rujuk dengan istrinya. Kecuali setelah istrinya menikah lagi dengan pria lain dan sudah berhubungan.
Setelah itu suami pertama dapat menikahi istrinya tersebut. Ini pun jika istrinya bercerai dari suami keduanya tanpa ada paksaan atau direncanakan.
Syarat dan Rukun Rujuk
Syarat rujuk sama dengan waktu menikah, yaitu: baligh, berakal, atas kehendak sendiri, dan bukan seorang yang murtad. Apabila orang yang merujuk adalah murtad, belum baligh, dan orang yang terpaksa, maka hukumnya tidak sah, sebagaimana dijelaskan oleh al-Syirbini dalam Kitab Mughni al-Muhtaj juz 3.
Sedangkan rukun rujuk sebagaimana ditulis oleh Syaikh Abi Zakaria Yahya bin Syaraf al-Nawawi al-Dimasyqi dalam Kitab Raudhatul Thalibin, ada empat, yaitu:
1) Ada perceraian/talak;
2) Orang merujuk (suami);
3) Sighat, yakni ucapan yang digunakan untuk rujuk, ucapan ini harus dikaitkan dengan pernikahan, contoh: raja’tuki ila nikahi (aku mengembalikan engkau ke pernikahanku) atau raja’tuki ila zaujati (aku mengembalikan engkau sebagai istriku). Ucapan rujuk juga bisa memakai bahasa selain Arab;
4) Orang yang akan dirujuk (istri).