Sejarah Diturunkannya Al-Qur'an

Al-Qur’an diturunkan Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw. dalam jangka waktu ± 23 tahun melalui perantaraan malaikat Jibril secara berangsur-angsur. 

Dimulai dari bulan Ramadan ketika Nabi Muhammad Saw. tengah bertahanus (menyendiri) di Gua Hira, hingga wahyu terakhir ketika sedang melaksanakan haji wada’. 

Surah-surah dan ayat-ayat al-Qur’an diturunkan secara bertahap kepada Nabi Saw. Hal ini dijelaskan oleh

Al-Qur’an sendiri. Allah Swt. berfirman:

Artinya : "Dan Al-Qur’an itu telah Kami turunkan secara berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia, dan Kami menurunkannya bagian demi bagian. " (QS. Al Israa’ [17]:106)

Setelah wahyu diterima, kemudian nabi Muhammad membacakan kepada para sahabat yang mendengarnya. Para sahabat diperintahkan untuk mencatat ayat-ayat tersebut di atas kayu, pelepah kurma, di atas batu, tulang unta dan lain sebagainya. Di antara para sahabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Rasulullah Saw. sebagai pencatat wahyu, yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali Abi Thalib, Mua’wiyah, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Khalid bin Walid dan Tsabit bin Qais.

1. Periodisasi Turunnya Al-Qur’an

Para ulama 'Ulum Al-Qur’an membagi sejarah turunnya Al-Qur’an dalam dua periode: (1) Periode sebelum hijrah; dan (2) Periode sesudah hijrah. Ayat-ayat yang turun pada periode pertama dinamai ayat-ayat Makkiyyah, dan ayat-ayat yang turun pada periode kedua dinamai ayat-ayat Madaniyyah.

a. Periode Makkiyah (periode makkah), yaitu ayat Al-Qur’an yang turun sebelum Nabi Muhammad Saw. melakukan hijrah ke madinah. Berjumlah 86 Surah, diturunkan selama 12 tahun 5 bulan.

Wahyu yang pertama kali turun pada tanggal 17 ramadhan 610 M di Gua Hira’ pada saat Nabi Muhammad Saw. bertahannus adalah Surah Al-Alaq ayat 1 – 5 :

Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Pada periode makkiyah telah menimbulkan bermacam-macam reaksi di kalangan masyarakat Arab ketika itu. Reaksi-reaksi tersebut nyata dalam tiga hal pokok, yaitu :

1) Segolongan kecil dari mereka menerima dengan baik ajaran-ajaran Al-Qur’an.

2) Sebagian besar dari masyarakat tersebut menolak ajaran Al-Qur’an, karena kebodohan mereka (QS. 21:24), keteguhan mereka mempertahankan adat istiadat dan tradisi nenek moyang (QS. 43:22), dan atau karena adanya maksudmaksud tertentu dari satu golongan seperti yang digambarkan oleh Abu Sufyan:

"Kalau sekiranya Bani Hasyim memperoleh kemuliaan nubuwwah, kemuliaan apa lagi yang tinggal untuk kami."

3) Dakwah Al-Qur’an mulai melebar melampaui perbatasan Makkah menuju daerah-daerah sekitarnya.

b. Periode Madaniyyah (periode Madinah) yaitu ayat Al-Qur’an yang turun sesudah Nabi Muhammad Saw. melakukan hijrah ke madinah. Berjumlah 28 Surah. Turun selama 9 tahun 9 bulan. Selama masa periode ini, dakwah Al-Qur’an telah dapat mewujudkan suatu prestasi besar karena penganut-penganutnya telah dapat hidup bebas melaksanakan ajaran-ajaran agama di Yatsrib (yang kemudian diberi nama Al-Madinah Al-Munawwarah). Wahyu yang terakhir diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. adalah Surah Al Maidah ayat 3:

Artinya: ”Pada hari ini telah Ku – sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah َ kucukupkan bagimu nikmat –Ku, dan telah Kuridlai Islam itu jadi agamamu.”


2. Sejarah Pembukuan Al-Qur’an

Adapun sejarah pembukuan (kodifikasi) al-Qur’an dibagi kedalam dua tahap, yaitu:

a. Al-Qur’an pada masa Rasulullah

Pada masa ini, Al-Qur’an diturunkan ayat demi ayat dan surah demi surah. Karena kefasihan dan keindahan bahasanya luar biasa, ia tersebar dengan cepat dan menakjubkan. Secara sembunyi-sembunyi dalam malam-malam yang gelap, kaum muslimin datang mendekati rumah Nabi untuk mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an yang sedang beliau baca. Kaum muslimin juga bersungguh-sungguh dalam menghapal dan mempelajari Al-Qur’an, karena Nabi Saw. diperintahkan untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada mereka (QS. 16:44).

Setelah Nabi Muhammad Saw. hijrah ke Madinah, dan urusan kaum muslimin menjadi teratur, beliau memerintahkan kepada sekelompok sahabatnya untuk memperhatikan keadaan Al-Qur’an, mengajarkan, mempelajari dan menyebarkannya. Wahyu itu dicatat hari demi hari sehingga tidak musnah, dan mereka dibebaskan dari wajib militer, seperti ditegaskan dalam Al-Qur’an (QS. 9: 122).

Dalam kelompok itu terdapat beberapa sahabat yang tekun membaca AlQur’an, menghapal dan memelihara surah-surah dan ayat-ayatnya. Mereka inilah yang kemudian dikenal dengan sebutan al-qurra’. Ayat-ayat yang diturunkan secara bertahap, ditulis pada papan-papan, kulit domba atau pelepah kurma, dan dihapal.


b. Al-Qur’an pada masa Khulafaur Rasyidin

Sesudah Rasulullah wafat, Ali bin Abi Thalib diam di rumahnya untuk menghimpun Al-Qur’an dalam satu mushaf menurut urutan turunnya. Dan belum enam bulan sejak wafatnya Rasulullah, dia telah merampungkan penghimpunan itu dan mengusungnya ke atas punggung unta.

Satu tahun sesudah Rasulullah wafat, pecah perang Yamamah yang merenggut korban tujuh puluh orang qurra’. Pada waktu itu khalifah berpikir untuk menghimpun surah-surah dan ayat-ayat Al-Qur’an dalam satu mushaf, karena khawatir akan terjadi perang lagi serta khawatir akan punahnya para qurra’ dan hilangnya Al-Qur’an karena kematian mereka. Khalifah memerintahkan kepada sekelompok qurra`, sahabat di bawah pimpinan Zaid bin Tsabit untuk menghimpun Al-Qur’an. Mereka menghimpun dari papan-papan, pelepah-pelepah kurma, dan kulit-kulit domba yang terdapat di rumah Nabi yang ditulis oleh para penulis wahyu, dan tulisan-tulisan yang ada pada sahabat-sahabat yang lain. Setelah menyelesaikan penghimpunan itu, mereka menyalin beberapa naskah dan dibagikan ke beberapa negeri Islam.

Sesudah khalifah ketiga mengetahui bahwa Al-Qur’an terancam perubahan dan penggantian akibat sikap mempermudah dalam menyalin dan memeliharanya, dia memerintahkan untuk mengambil mushaf yang disimpan oleh Hafsah, yakni naskah pertama di antara naskah-naskah khalifah pertama, dan memerintahkan kepada lima orang sahabat, yang di antaranya Zaid bin Tsabit, untuk menyalin mushaf tersebut. Khalifah ketiga juga memerintahkan agar semua naskah yang terdapat di negeri-negeri Islam dikumpulkan dan dikirimkan ke Madinah, kemudian dibakar.

Mereka menulis lima naskah Al-Qur’an. Satu naskah ditinggal di Madinah dan empat yang lainnya dibagi-bagikan ke Makkah, Suriah, Kufah dan Basrah. Masingmasing satu buah. Ada yang mengatakan bahwa selain lima naskah ini, ada satu naskah yang dikirimkan ke Yaman, dan satu lagi ke Bahrain. Naskah inilah yang dikenal dengan sebutan Mushaf Imam dan semua naskah Al-Qur’an ditulis menurut salah satu dari kelima naskah ini. Semua naskah ini dan mushaf yang ditulis melalui perintah khalifah pertama tidak berbeda, kecuali dalam satu hal, yaitu bahwa surah al-Bara'ah dalam mushaf khalifah pertama diletakkan di antara surah-surah mi'un, dan surah al-Anfal diletakkan di antara surah-surah matsani. Sedangkan dalam Mushaf Imam, surah al-Anfal dan al-Bara'ah diletakkan di antara surah al-A'raf dan Yunus.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel