Empat Imam Mazhab dalam Fikih
1) Imam Abu Hanifah/Imam Hanafi (80 – 150 H.)
Imam Hanafi adalah Nu’man bin Ṡabit al-Kufi (dikenal dengan panggilan Imam Abu Hanifah), adalah seorang keturunan bangsa Ajam dari Persia. Dilahirkan di Kufah (Irak) pada tahun 80 H. (699 M.), wafat pada tahun 150 H., bertepatan dengan lahirnya Imam Syafi’i r.a.. Jenazah Abu Hanifah dikebumikan di makam pekuburan AlKhaizaran’ di Timur kota Bagdad.
Abu Hanifah adalah seorang mujtahid besar (Al-Imamal-A’żam) memiliki ilmu yang luas, serta merupakan sufi yang zuhud, wara, dan taat ibadah. Beliau juga dikenal sebagai orang yang sangat tekun dalam mempelajari ilmu. Beliau pernah belajar fikih kepada ulama terpandang, yakni Humad Bin Abu Sulaiman selama 18 tahun. Setelah wafat gurunya, Imam Abu Hanifah kemudian mulai mengajar di banyak majelis ilmu di Kuffah. Dalam menetapkan hukum-hukum Islam, Imam Hanafi berpegang teguh pada: AlQur’an, Hadis, Aqwal aṣ - Ṣahabah (ucapan para sahabat), Qiyas, dan ‘Urf.
Sebagai seorang yang alim dan cerdas, Abu Hanifah pernah mendapat tawaran dari penguasa (Bani Umayyah) untuk menjadi Gubernur. Namun tawaran itu ditolaknya, sehingga beliau dipenjara, namun kemudian dapat diloloskan oleh sipir, kemudian bermukim di Makkah.
Setelah Bani Umayyah runtuh, beliau kembali ke Kuffah, namun di awal masa pemerintahan Bani Abbasiyyah, beliau juga mengalami nasib yang sama, dipenjara hingga meninggal dunia.
2) Imam Malik bin Anas/Imam Maliki (93–179 H.)
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Amr bin Haris alAsbahi, lahir di Madinah pada tahun 93 H./712 M. dan wafat tahun 179 H./796 M..
Beliau sangat tertarik mempelajari Islam, dan akhirnya mengabdikan seluruh hidupnya untuk mempelajari Fikih. Beliau memiliki ingatan yang sangat kuat, memiliki keteguhan dan ketabahan dalam mencari ilmu, sehingga dapat menyelesaikan pelajarannya pada usia yang sangat muda. Menurut salah satu riwayat yang dapat dipercaya menyatakan bahwa Imam Malik sudah memberikan fatwa sejak usia 17 tahun berdasarkan kesepakatan 70 orang imam yang menyatakan bahwa beliau sudah patut memberi fatwa dan mengajar.
Ketahuilah generasi muslim, Imam Malik selalu menjaga wudu, sehingga dia mengajarkan hadis atau memberi fatwa selalu dalam keadaan suci. Beliau juga sangat berhati-hati dalam memberikan fatwa, jika ia tidak yakin tentang suatu hal, ia tidak akan berani bicara. Al-Haytam berkata, “Saya pernah bersama Imam Malik, ketika ditanya lebih dari empat puluh pertanyaan dan aku mendengar dia menjawab, “Aku tidak tahu, sebanyak tiga puluh dua kali”. Hal tersebut adalah karena sikap hati-hatinya dalam memberikan fatwa. Kitab karya beliau yang dikenal sampai sekarang adalah Al-Muwatta, yang merupakan kumpulan hadis sahih dan amalan-amalan penduduk Madinah yang berkaitan dengan fikih.
Adapun yang menjadi sumber dalam menetapkan hukum Islam, Imam Malik berpegang pada: Al-Qur’an, Sunah, Ijma’ Ahl al-Madinah, Fatwa Sahabat, Qiyas, Al-Istihsan, Al-Maṣlahah Al-Mursalah, Sadd al-Zara’i, Istishab, dan Syar’u Man Qablana.
3) Abū Abdullāh Muhammad bin Idrīs al-Syafiʿī /Imam Syafi’i (150–204 H.)
Nama lengkapnya adalah Abū ʿAbdullāh Muhammad bin Idrīs al-Syafiʿī yang akrab dipanggil Imam Syafi’i. Lahir di Gaza, Palestina, 150 H./767 M. dan wafat di Fusthat, Mesir 204 H./819 M. Beliau tergolong kerabat dari Rasulullah, termasuk dalam Bani Muttalib.
Saat berusia 9 tahun, beliau telah menghafal seluruh ayat Al-Qur’an dengan lancar bahkan beliau sempat 16 kali khatam Al-Qur’an dalam perjalanannya dari Makkah menuju Madinah. Setahun kemudian, kitab Al-Muwaṭṭa’ karangan Imam Malik yang berisikan 1.720 hadis pilihan juga beliau hafal dengan lancar hanya dalam waktu 9 hari saja.
Imam Syafi’i juga menekuni bahasa dan sastra Arab di dusun Badui Bani Hundail selama beberapa tahun, kemudian kembali ke Makkah dan belajar fikih dari seorang ulama besar yaitu Imam Muslim bin Khalid Azzanni. Kecerdasannya inilah yang membuat dirinya dalam usia yang sangat muda (15 tahun) telah duduk di kursi mufti kota Makkah.
Saat usia 20 tahun, Imam Syafi’i pergi ke Madinah untuk berguru kepada ulama besar saat itu, Imam Malik. Dua tahun kemudian, ia juga pergi ke Irak, untuk berguru pada murid-murid Imam Hanafi di sana.
Meskipun menguasai hampir seluruh disiplin ilmu, Imam Syafi’i lebih dikenal sebagai ahli hadis dan hukum karena inti pemikiranya terfokus pada dua cabang ilmu tersebut. Pembelaannya yang besar terhadap sunah Nabi saw. membuat ia digelari Naṣiru Sunnah (pembela Sunnah Nabi). Kitab karangan Imam Syafi’i, di antaranya yang paling terkenal adalah: Ar-Risalah (buku pertama tentang ushul fikih), dan Al-Umm (buku yang berisi mazhab fikih).
Menurut Rasyad Hasan Khalil, dalam istinbaṭ hukum Imam Syafi’I menggunakan lima sumber, yaitu: Naṣṣ (Al-Qur’an dan sunah), Ijma’, Pendapat para sahabat, Qiyas, Istidlal.
4) Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal/Imam Hanbali ( 164 H. – 241 H.)
Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal bin Hilal Azzdahili Assyaibani. Beliau lahir di Bagdad pada tahun 164 H., dan wafat tahun 241 H. Ahmad bin Hambal merupakan imam yang keempat dari para Fuqaha Islam.
Beliau mempunyai sifat-sifat yang luhur dan tinggi sebagaimana dikatakan oleh orangorang yang hidup semasa dengannya, juga orang yang mengenalinya. Putra sulungnya Abdullah bin Ahmad, menyatakan bahwa Imam Hambali telah hafal 700.000 hadis, yang kemudian diseleksinya secara ketat dan ditulis kembali dalam kitabnya Al-Musnad. Kitab ini berisi 40.000 hadis berdasarkan susunan nama sahabat yang meriwayatkan. Banyak tokoh ulama yang berguru kepadanya dan melahirkan banyak ulama dan pewaris hadis terkenal seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Abu Dawud.
Ahmad bin Hanbal adalah seorang imam yang banyak berkunjung ke berbagai negara untuk mencari ilmu pengetahuan, antara lain Siria, Hijaz, Yaman, Kufah dan Basrah. Adapun sumber hukum dan metode istinbaṭ Imam Ahmad bin Hanbal dalam menetapkan hukum adalah: Naṣṣ Al-Qur’an dan Sunnah yang shahih, Fatwa sahabat, Qiyas, Sadd al-dzara’i.