Klasifikasi Bermazhab
Generasi muslim yang saleh, mungkin dari kalian sudah ada yang mendengaristilah taklid, ittibā’ dan ijtihad, atau baru saat ini mendengar istilah tersebut?
Dalam ilmu ushul fikih, ketiga istilah tersebut termasuk dalam klasifikasi bermazhab, perhatikan penjelasan berikut:
a) Taklid
Kata taklid berasal dari bahasa Arab “Qallada”, yaqallidu’, “taklidan”, artinya meniru seseorang dan sejenisnya. Adapun pengertian taklid menurut Imam Al-Ghazali adalah menerima perkataan orang lain yang tidak ada alasannya.
Bolehkah kita bertaklid? Khairul Umam dan A. Achyar Aminudin dalam buku Ushul Fikih II menerangkan, hukum taklid bisa dipandang mubah (boleh) bagi orang-orang awam yang belum sampai pada tingkatan sanggup mengkaji dalil hukum-hukum syariat. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Abu Zahroh, yang membolehkan taklid bagi orang awam. Namun, hukum taklid yang mubah tidak berlaku bagi muslim yang sampai pada tingkatan an-nazhr atau memiliki kemampuan untuk mengkaji dalil dari hukumhukum syariat.
b) Ittibā’
Kata “Ittibā’” berasal dari bahasa Arab, yakni dari kata kerja atau fi’il “Ittaba’a”, “Yattbiu” ”Ittibā’an”, yang artinya adalah mengikut atau menurut. Sedang secara istilah, ittibā’ adalah: menerima (mengikuti) perkataan orang lain, dan engkau mengetahui alasan dari pendapat tersebut.
Bagaimana hukum ittibā’? Dalam masalah agama, kita diperintahkan untuk ber-ittibā’. Seorang mukmin wajib mengikuti (ittibā’) kepada Nabi Muhammad saw. supaya setiap perbuatannya sesuai dengan tuntunan Allah Swt. dan Rasul-Nya. Allah Swt berfirman dalam Q.S. Ali Imran [3] ayat 31:
Artinya: Katakanlah (Nabi Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S Ali Imran [3]: 31)
c) Ijtihad
Menurut bahasa, ijtihad artinya bersungguh-sungguh dalam mencurahkan pikiran. Sedangkan menurut istilah, ijtihad adalah mencurahkan segenap tenaga dan pikiran secara bersungguh-sungguh untuk menetapkan suatu hukum yang tidak secara jelas disebutkan dalam Al-Qur’an dan sunah.
Dalam ajaran Islam, ijtihad dipandang sebagai sumber hukum Islam yang ketiga setelah Al-Qur’an dan hadis, yang juga memegang fungsi penting dalam penetapan hukum Islam. Telah banyak contoh hukum yang dirumuskan dari hasil ijtihad. Ijtihad tidak bisa dilakukan oleh setiap orang, tetapi hanya orang yang memenuhi syarat tertentu yang boleh berijtihad. Orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid.